Senin, 30 Juli 2012

Seremedy; Bukti Globalisasi Visual-kei

Seremedy
Visual-kei, sebuah kata yang cukup awam bagi mereka yang mendalami pop culture Jepang (termasuk saya sendiri), namun mungkin masih asing bagi orang awam.

Visual-kei adalah sebuah style di antara musisi Jepang yang memiliki karakteristik unik di mana para musisi ini mengenakan make-up hingga menggunakan kostum yang flamboyan. Tapi seiring waktu berjalan, visual-kei tidak sekedar mendefinisikan 'appearances', namun juga musik yang dimainkan band-band yang tergolong band visual-kei ini.

Band-band visual-kei memiliki banyak penggemar di seluruh dunia, seiring dengan menyebarnya fanatisme pop culture Jepang. Tak heran kalau ada band-band visual-kei yang berkembang di setiap negara, walaupun konteksnya hanya di scene lokal.

Mungkin ketika saya pertama kali menemukan band bernama 'Seremedy' ini seharusnya saya tak terkejut mengingat visual-kei sudah mendunia. Siapakah Seremedy ini? Seremedy adalah sebuah band visual-kei yang berasal dari Swedia yang terbentuk sejak tahun 2010. Band ini beranggotakan SEIKE (vocal), YOHIO (guitar), RAY (guitar), JENZiiH (bass), dan LINDER (drums). Walaupun masih terbilang baru, Seremedy sudah memiliki pengalaman cukup di dunia internasional, bahkan sudah memiliki fanbase tersendiri di Jepang (yang notabene memang negara asal budaya visual-kei)

Welcome_to_out_madness
Ketika pertama kali menemukan band ini jujur saya terkejut karena ada band visual-kei dari negara selain Jepang yang berhasil menembus industri musik internasional. Seremedy tergabung dalam Ninetone Records dan Universal Music. Pencapaian yang cukup hebat mengingat mereka belum lama terbentuk. Dan di bawah label ini pula mereka merilis album debut mereka 'Welcome to Our Madness' pada tanggal 25 Juli lalu dan dirilis baik di Jepang maupun Swedia.

Secara make-up, kostum, dan sound musik mereka, Seremedy sukses membawa visual-kei ke dunia internasional. Akan menarik untuk mengamati perkembangan band ini ke depannya dan bagaimana mereka akan mengenalkan visual-kei lebih jauh lagi ke masyarakat internasional.

Bagi yang ingin tahu bagaimana musik yang dimainkan Seremedy, here's their first single from their debut album: 'No Escape'

Enjoy.

Rabu, 25 Juli 2012

The Dark Knight Rises; A Fitting Conclusion for an Epic Trilogy

0 0 1 699 3987 Monash University 33 9 4677 14.0 Normal 0 false false false EN-US JA X-NONE

Tdkr-poster
Ada berapa banyak trilogi film yang sukses di dunia perfilman? Kita mungkin bisa menyebut The Lord of the Rings Trilogy atau mungkin trilogy The Godfather. Tapi dalam dunia film superhero, apakah ada trilogy film yang terbilang sukses besar? Ada dua trilogy film superhero yang membekas di ingatan saya: Spider-Man trilogy karya Raimi dan X-Men trilogy. Kedua trilogy film superhero tersebut, jujur saja, terbilang sukses di dua film awal, terutama di film kedua, Spider-Man 2 dan X2 yang fenomenal pada masa itu. Sayangnya, film ketiga yang berfungsi sebagai penutup trilogy malah hancur dengan sukses, membuat saya pribadi trauma sampai sekarang.

Berkebalikan dengan dua trilogy film superhero yang disebutkan di atas, The Dark Knight rises sebagai film penutup trilogy Batman karya Christopher Nolan adalah sebuah contoh 'How a trilogy should end.'

Tdkr-batman
Sebagai penggemar Batman dari kecil, saya masih ingat bagaimana film Batman Begins (2005) merubah image Batman yang saya kenal. Kemudian dilanjutkan dengan The Dark Knight (2008), sebuah sekuel maha sempurna dan mengguncang dunia perfilman saat itu. To be honest, saya sendiri tidak berekspektasi bahwa The Dark Knight Rises akan melampaui pencapain The Dark Knight yang hampir mencapai kesempurnaan itu.

The Dark Knight Rises sendiri diceritakan mengambil tempat 8 tahun setelah The Dark Knight, di mana seperti kita tahu, Harvey Dent (Two Face) tewas dan Batman diburu karena dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab. Bruce Wayne (Christian Bale) pun menarik diri dari dunia luar, merasa bersalah atas berbagai event yang terjadi di The Dark Knight, dan berhenti beraksi sebagai sang caped crusader. Tapi ketika ancaman yang baru muncul ke Gotham, Bruce Wayne harus keluar kembali sebagai Batman untuk menyelamatkan Gotham City dari kehancuran.

Robin_john_blake
We can’t put The Dark Knight Rises on the same level as The Dark Knight. The Dark Knight adalah sebuah pencapaian tersendiri yang mendekati kesempurnaan dari Christopher Nolan. The Dark Knight Rises, walaupun tidak sedahsyat The Dark Knight, adalah sebuah film yang memuaskan saya sebagai penggemar Batman. The Dark Knight Rises memang tidak se-intense The Dark Knight, di mana kita sudah disuguhkan ketegangan sejak awal film. The Dark Knight Rises dibangun secara perlahan, bahkan bisa terasa membosankan kalau anda tidak sabar. Dengan banyaknya karakter baru yang dikenalkan di film ini, Nolan berusaha menjelaskan hubungan antar karakter dengan lebih jelas sehingga penonton tidak kebingungan. Munculnya tokoh-tokoh baru seperti John Blake (Joseph Gordon Levitt), Selina Kyle (Anne Hathaway), dan Miranda Tate (Marion Cotillard) memberi kompleksitas dan berbagai macam unexpected twist tersendiri di film ini. Selain itu, The Dark Knight Rises juga menyuguhkan lebih banyak drama dan memainkan emosi, terutama dalam hubungan Bruce Wayne dan Alfred Pennyworth (Michael Caine)

Tdkr-catwoman
Di departemen tokoh antagonis, ada Bane (Tom Hardy) yang berusaha menghancurkan Gotham hingga menjadi abu. Berbeda dengan tokoh Joker yang plot dan motif tindakannya berada di titik abu-abu (at least for me), Bane benar-benar ingin menghancurkan Gotham dan juga Bruce Wayne. Tokoh Bane pun disesuaikan dengan imajinasi Nolan, cukup berbeda dari Bane versi komik namun masih ‘stay true’ dengan karakteristik utama Bane itu sendiri.

Bane-batman
Film The Dark Knight Rises ini sendiri mengambil banyak referensi, baik dari dua film sebelumnya, komik Batman, dan juga sebuah novel klasik yaitu ‘A Tale of Two Cities’ karya Charles Dickens yang menjadi sumber inspirasi Nolan dalam menulis script film ini. Bahkan bagi beberapa orang, The Dark Knight Rises juga kental nuansa politiknya. Bahkan film ini mengingatkan saya kepada ‘the occupy movement’ yang sempat heboh beberapa waktu lalu.

Overall, walaupun The Dark Knight Rises bukanlah film yang sempurna secara keseluruhan (yes, even Christopher Nolan made mistakes, deal with it), ini adalah film yang sempurna untuk mengakhiri sebuah trilogy. Saya sangat menyukai setiap momen yang ada di dalam film ini. Seperti apa yang dikatakan teman saya, The Dark Knight Rises mengembalikan kecintaan fans komik Batman terhadap filmnya. The Dark Knight Rises memang tidak segelap dan thrilling seperti The Dark Knight, tapi bisa jadi itulah poin plus dari film ini. Seorang pahlawan yang ‘spiritually and mentally broken’, kembali, dan kemudian dipatahkan lagi (literally), dan kembali lagi dan mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan kotanya; sangat khas superhero bukan?

Thank you Christopher Nolan, for an amazing trilogy. Kemegahan dan kedahsyatan karyamu dalam trilogy Batman ini tak akan terlupakan. Sebagai penggemar Batman dan film, saya sangat berterima kasih.

 

 

 

Senin, 09 Juli 2012

The Amazing Spider-Man [review]

Spidey
What's the first thing that comes to your mind when you hear the word 'reboot'? A different take on a story that had existed before? Or just a simple remake with new casts and stuffs like that?

Menurut wikipedia, reboot (in terms of fiction series) adalah: "to discard much or even all previous continuity in a series and start anew with fresh ideas." Dalam deskripsi ini, seorang penulis bisa menganggap cerita yang sebelumnya sudah ada sebagai irelevan dan menciptakan sebuah dunia baru yang lepas dari cerita sebelumnya.

Film The Amazing Spider-Man yang dirilis tahun 2012 ini merupakan reboot dari trilogi film Spider-Man karya Sam Raimi yang sudah pernah dirilis beberapa tahun lalu. Ketika mendengar berita tentang reboot film Spider-Man ini tahun lalu, saya merasa ide ini cukup blasphemous walaupun juga excited di saat yang sama (it's Spider-Man dude!). Reboot film superhero Marvel sudah pernah dilakukan sebelumnya, yaitu di film Hulk (2003) yang dilanjutkan di film The Incredible Hulk (2008). Reboot Hulk terbilang cukup sukses (at least for me) dan membuat ekspektasi bahwa reboot Spider-Man ini pun akan melebihi sukses film karya Raimi sebelumnya (atau paling tidak menyamainya).

Dalam usahanya untuk menyegarkan cerita Spider-Man, Marc Webb (500 Days of Summer) didapuk untuk menyutradarai film ini. Ditambah lagi dengan cast baru semacam Andrew Garfield (Peter Parker) dan Emma Stone (Gwen Stacy) yang lebih akrab di mata penonton film masa kini, diyakini film ini akan mampu menarik audience lebih banyak (and it does!)

Images

Cerita film ini masih menceritakan tentang awal mula Peter Parker menjadi Spider-Man. Mungkin banyak orang bertanya: "Di mana Mary Jane?" Pasangan iconic dari sang webhead memang tidak muncul di film ini, digantikan oleh Gwen Stacy yang memang cukup terkenal di kalangan fans Spider-Man. Keputusan untuk memasukkan Gwen sebagai love interest dari Peter di film ini adalah sebuah keputusan yang bagus, selain untuk mengenalkan karakter Gwen lebih dalam (she only appeared briefly on Spider-Man 3), sekaligus untuk memberi penyegaran di dalam cerita Spider-Man ini.

Curt Connors aka The Lizard (Rhys Ifans) menjadi villain utama di film ini. Karakter ini mungkin tidak terlalu dikenal di luar pembaca komik Spider-Man, sebuah pilihan yang obscure memang, walaupun untuk konteks cerita film ini kehadiran Curt Connors sangatlah vital.

Overall, this movie is quite enjoyable, walaupun ekspektasi berharap akan lebih Amazing daripada apa yang tersaji di layar lebar selama lebih dari 2 jam ini. Pace film ini memang dibangun secara perlahan, bahkan Peter belum menjadi Spider-Man di setengah jam permulaan film ini. Pace yang lebih lambat justru membangun penokohan karakter, terutama Peter Parker, menjadi lebih kuat.

Yang saya suka dari film ini adalah penokohan Peter Parker yang lebih kuat dibanding film Spider-Man karya Raimi sebelumnya. Di sini Peter benar-benar menunjukkan sisi kejeniusannya dan ketika menjadi Spider-Man personality uniknya yang hobi berbicara pun juga muncul. Berbeda dengan Spider-Man sebelumnya yang cenderung tidak banyak bicara.

Romantic fling antara Peter dan Gwen pun juga oke, mengingat sutradara film ini sebelumnya adalah sutradara film rom-com. Chemistry antara Garfield dan Stone sebagai pasangan di film ini sangat sempurna. Peter sebagai lelaki canggung yang sedang beranjak dewasa dan belajar akan tanggung jawab seakan melengkapi Gwen yang digambarkan sebagai perempuan yang lebih dewasa, tegas, dan berani. Lupakan saja Kirsten Dunst sebagai Mary Jane.

Hal yang membuat saya tidak menyukai film ini adalah Lizard, sang villain. Mungkin karena image Lizard terlanjur menempel, Lizard dalam film ini sangatlah jelek, mengingatkan akan The Abomination di film The Incredible Hulk atau Shin Kamen Rider (yang memang buruk rupa).

Dari segi musik, scoring dan lainnya, cukup oke. Walaupun ada satu momen di mana lagu Coldplay yang saya lupa judulnya merusak momen di salah satu adegan.

If you don't know what movie to watch, watch this one. Sebanding dengan film Spider-Man pertama karya Raimi, walaupun tidak sekeren film Spider-Man 2. Dan seperti film Spider-Man sebelumnya, The Amazing Spider-Man ini akan dibuat menjadi trilogi. Excited? You bet.

Jumat, 06 Juli 2012

ViViD - Infinity [review]

0 0 1 400 2282 Monash University 19 5 2677 14.0 Normal 0 false false false EN-US JA X-NONE

[[posterous-content:pid___0]]ViViD adalah band yang relatif muda di scene music Jrock dan visual kei di Jepang. Band ini baru terbentuk pada tahun 2009 dan langsung dikontrak oleh salah satu label visual kei terkenal di Jepang sana, PS Company. ViViD sendiri terdiri atas Shin (voc), Reno (guitar), Ryoga (guitar), IV (bass), dan Ko-Ki (drums)

Ketika debut single mereka, Take-Off, dirilis, mereka langsung memberi impresi yang positif bagi saya pribadi. Benar-benar mewakili sebuah bentuk visual rock modern dan cukup memberi nafas baru bagi musik visual kei yang terkesan stagnan pada masa itu.

Dan setelah 3 tahun, akhirnya mereka mampu merilis album debut mereka ini, Infinity, yang sekaligus menjadi album major mereka. Perubahan status mereka menjadi band major memang cukup cepat, apalagi mengingat mereka baru debut 3 tahun lalu.

Okay, kembali ke album ini. Album ini adalah sebuah usaha yang patut diapresiasi dari anak-anak ViViD ini. Dibuka dengan ‘live your life’ yang langsung menghentak dengan solo gitar yang manis dan bass line yang menyenangkan untuk didengar, energetic, dan cocok untuk mengawali album ini.

‘Real’ adalah single utama album ini yang juga menjadi ost dari anime Gundam Age. Riff gitar yang catch dengan sound synthesizer yang mengingatkan saya akan band oshare-kei yang sudah bubar, Canzel. Sebuah track yang memang pantas untuk jadi single utama.

Sayangnya setengah awal album ini terasa cukup membosankan, terasa repetitif dan tidak menawarkan sesuatu yang berbeda.

 

Setelah sebuah instrumental track yang cukup epic, ‘explosion’, barulah mereka bermain lebih liar. Contohnya track ‘RIDE on time’ di mana sang bassis, IV bermain dengan maksimal sejak intro dengan bass line yang berat namun juga groovy.

Dan untuk menutup album ini mereka memilih ‘EVER’ sebuah track down tempo yang sepertinya memang didesain untuk menutup album ini.

Secara keseluruhan, album ini sebuah usaha yang patut untuk diapresiasi mengingat ini adalah album debut mereka setelah malang melintang di dunia music Jepang. Sayang album ini cukup membosankan di awal-awal, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, musiknya terkesan sangat repetitif. Bagaikan mesin mobil yang perlu dipanaskan, setengah album ini merupakan proses memanasi mesin. Sayangnya walaupun sudah dipanasi cukup lama, mereka kehabisan tenaga dengan cepat karena track yang memacu adrenalin hanya ada empat buah sebelum ditutup oleh ‘EVER’ sebagai track penutup.

Secara performance, IV sebagai bassis sangat menonjol di album ini. Reno sebagai lead guitarist cenderung berusaha mencuri pertunjukan karena ia hampr selalu pamer kebolehannya bermain solo gitar yang epic tapi gagal karena selalu terhenti di tengah-tengah.

Overall, album ini bisa diberi rating 3/5. Sebenarnya kalau mengingat debut mereka yang sangat memuaskan, seharusnya mereka bisa lebih baik lagi. Tapi mengingat status mereka kini adalah band major label, tak heran kalau ada intervensi pihak label yang mungkin membentuk musik mereka menjadi seperti apa yang ada di album ini.