Rabu, 21 November 2012

Deftones - Koi no Yokan [review]

Deftones-koi-no-yokan
Cukup ironis bila fakta bahwa Deftones mampu kembali ke jalan yang benar setelah bassist mereka, Chi Cheng, terbaring tak sadarkan diri dalam keadaan koma setelah kecelakaan mobil pada tahun 2008. Kondisi ini memaksa mereka menyimpan materi 'Eros' dan menunda perilisannya.

Tetapi, bagaimanapun juga Deftones setelah era White Pony (2000) seakan berada dalam kelimbungan, bingung hendak menuju kemana setelah album yang menjadi cult classic itu. Album self-titled, Deftones (2003), dan kelanjutannya Saturday Night Wrist (2006) tidak mampu memenuhi ekspektasi pendengarnya. Sukses memang membangun ekspektasi. Itulah yang terjadi ketika album selanjutnya, Diamond Eyes (2010), tidak disangka-sangka mampu meraih sukses secara komersial dan juga menuai pujian dari berbagai media.

Pertanyaan yang muncul setelah kesuksesan monumental Diamond Eyes adalah: Bagaimana selanjutnya? Ekspektasi berharap bahwa album kelanjutan dari Diamond Eyes, Koi no Yokan (2012), akan mampu melebihi atau setidaknya menandingi kesuksesan Deftones.

Well, untuk kali ini ekspektasi sesuai dengan kenyataan. Koi no Yokan adalah evolusi yang indah dari Diamond Eyes.

Koi no Yokan dibuka dengan 'Swerve City' yang langsung menghentak dengan riff-riff maut dari Stephen Carpenter, kemudian dilanjutkan dengan chorus yang terdengar megah. Salah satu hal yang saya sadari dari Koi no Yokan adalah bahwa Chino Moreno tidak berteriak sesering yang ia lakukan di Diamond Eyes. Tapi begitu ia berteriak, ia melakukannya dengan sempurna, seperti yang dicontohkan di single pertama album ini 'Leathers'

Album ini sungguh meledak-meledak, terutama karena riff dari Stephen Carpenter dengan setia menemani dari satu lagu ke lagu lainnya. Saya sendiri berharap ada lagu-lagu ballad nan indah seperti 'Beauty School' dan 'Sextape' yang termasuk lagu terbaik dalam repertoire Deftones. Di album ini muncul lagu seperti itu walaupun tidak sama persis, yaitu 'Entombed'. Frank Delgado menjadi bintang di lagu ini. Dengan sentuhan-sentuhannya pada keyboards dan synths yang halus, memberi latar belakang sound yang megah dengan Stephen Carpenter dan drummer Abe Cunningham menjadi aktor di depannya.

Lagu-lagu lain di album ini pun tak kalah indahnya. 'Tempest', 'Gauze', dan juga 'Rosemary' sebuah lagu epik yang hampir menyentuh hitungan tujuh menit.

Setelah menyelesaikan album ini untuk kesekian kalinya, album ini sungguh mampu untuk masuk ke dalam jajaran album terbaik tahun 2012 ini dan juga masuk ke dalam album terbaik yang pernah dirilis Deftones. Album ini bagi saya pribadi mendapat rating 9/10 karena album ini sangat memuaskan. Mungkin ke depannya Koi no Yokan bisa diingat sebagai sebuah album klasik, sama seperti status White Pony saat ini.

Jumat, 16 November 2012

Fantastic Four #1 [review]

Fantasticfour_1_cover

Sama seperti beberapa judul dari Marvel lainnya, Fantastic Four juga termasuk dalam relaunch yang dilakukan Marvel dalam relaunch Marvel NOW! ini. Sebelum Marvel NOW! , Fantastic Four dikerjakan oleh Jonathan Hickman dan berbagai artis yang menemaninya; Ryan Stegman menjadi artist di issue terakhir Hickman. Kali ini Matt Fraction mengambil alih Fantastic Four bersama dengan Mark Bagley yang menjadi artisnya. Matt Fraction adalah salah satu writer terbaik Marvel saat ini, karyanya di antara lain adalah Invincible Iron Man, The Mighty Thor, dan salah satu judul Marvel terbaik saat ini yaitu Hawkeye. Karena inilah saya punya ekspektasi yang cukup tinggi kepada Fantastic Four karya Fraction karena Fantastic Four dari Hickman sebelumnya kurang memuaskan bagi selera pribadi.

Fantastic Four yang baru ini bercerita bahwa Fantastic Four; Mr. Fantastic, Invisible Woman, Human Torch, dan The Thing; bersama Franklin Richards dan Valeria Richards yang merupakan anak dari Mr. Fantastic dan Invisible Woman, akan mengambil libur selama setahun dan berpetualang ke luar angkasa.

Plot terdengar cukup simple. Tapi mengingat apa yang melatarbelakangi ide Mr. Fantastic untuk melakukan perjalanan ini, maka bisa terlihat bahwa cerita akan semakin kompleks ke depannya. Fraction meringkas semuanya dengan baik dalam buku ini. Mulai dari awal hingga ke konklusinya semua dikerjakan dengan baik, walaupun mungkin tidak sedahsyat karya Fraction sebelumnya. Balutan aksi dan science-fiction semuanya tertuang dalam Fantastic Four ini.

Artwork Mark Bagley cukup sesuai untuk para karakter dari Fantastic Four. Saya pribadi suka dengan sentuhannya pada The Thing yang membuatnya terkesan lebih tegap dan garang.

Fantastic Four dari Marvel NOW! ini adalah salah satu judul favorit saya dari Marvel NOW! sejauh ini. Sekali lagi, Fraction menunjukkan bahwa ia adalah salah satu aset dari Marvel. Menarik untuk disimak bagaimana Fraction juga mengerjakan komik anggota Fantastic Four lainnya yaitu FF (Future Foundation) yang dikerjakan bersama Michael Allred. For now, keep it up Matt!

Kamis, 15 November 2012

All New X-Men #1 [review]

All-new-x-men-1
Sejak relaunch dari Marvel, Marvel NOW! , diumumkan pada bulan Juli lalu, buku All New X-Men adalah salah satu buku yang sangat saya tunggu, terutama karena saya adalah penggemar X-Men sejak kecil.

Sama seperti buku-buku relaunch Marvel NOW! lainnya, All New X-Men mengambil tempat setelah event Avengers Vs. X-Men dan mini-seri AvX Consequences.

All New X-Men dimulai dengan Beast yang menderita karena mutasi yang ia alami. Kemudian cerita beralih ke belahan dunia lain, di mana seorang gadis bernama Eva mulai mengaktifkan kekuatan mutannya. Pasca Avengers Vs. X-Men, mutan mulai muncul lagi di berbagai belahan dunia. Cyclops yang menamakan dirinya sebagai pemimpin revolusi mutan, bersama dengan Magneto, Emma Frost, dan Magik, mulai mendekati beberapa mutan baru ini. Di saat yang sama, X-Men yang tergabung di sekolah Jean Grey School for Higher Learning milik Wolverine seperti Beast, Kitty Pryde, Iceman, dan Storm mulai kecewa dengan Cyclops dan merasa bahwa tindakan Cyclops justru akan meruntuhkan reputasi sekolah yang telah mereka bangun dengan susah payah. Dari sinilah ide untuk membawa lima anggota X-Men yang asli dari masa lalu ke masa sekarang muncul.

Bendis memulai masa baktinya di buku X-Men dengan sangat baik. Walaupun Bendis adalah salah satu writer utama Marvel, serial Avengers karyanya sebelum ini cenderung membosankan. Untungnya Bendis memulai masanya di X-Men di All New X-Men ini dengan baik. Bendis melanjutkan apa yang sudah dikerjakan Gillen di Uncanny X-Men sebelumnya dan menggabungkannya dengan Wolverine & The X-Men karya Jason Aaron yang masih berlangsung. Sangat menikmati bagaimana Bendis menceritakan dan menggabungkan dua faksi X-Men yang berbeda dalam satu buku dan menceritakan sudut pandang keduanya yang berlawanan. Sedangkan ide untuk membawa lima X-Men dari masa lalu sebenarnya agak mengecewakan pada awalnya, seakan-akan Marvel kekurangan ide, tapi nampaknya Bendis mempunyai banyak ide untuk X-Men ke depannya dengan membawa lima X-Men ini dari masa lalu. Saya pun sekarang menjadi tak sabar dan ingin melihat perubahan apa yang akan dibawa lima X-Men awal ini ke X-Men di masa sekarang.

Untuk bagian art, saya menyukai apa yang Stuart Immonen kerjakan untuk beberapa desain karakter di buku ini, terutama Beast dan Iceman yang tampak lebih ganas dari sebelumnya. Selain itu beberapa scene di mana Cyclops dan kawan-kawannya mengamul sangat definitif dan dikerjakan dengan apik.

Ini adalah sebuah awal yang menyenangkan untuk era baru dari X-Men setelah berbagai macam kejadian yang telah menimpa kaum mutan dan X-Men secara keseluruhan. Bendis pun akan menulis seri X-Men lainnya yaitu Uncanny X-Men bersama Chris Bachalo. Akan sangat menarik untuk melihat bagaiman dua seri ini saling mempengaruhi satu sama lain. For now, good work Bendis!