Jumat, 17 Februari 2012

Austra; Dark and full of Synth

Bayangkanlah seorang vokalis wanita semacam Kate Bush atau Zola Jesus, menyanyi diiringi synth gloomy cenderung galau ditambah dengan bass + drums nan berat.

Kurang lebih begitulah gambaran singkat saya tentang musik dari Austra ini. Band ini belum lama terbentuk (circa 2009) dan baru merilis album debut mereka berjudul 'Feel It Break' pada tahun 2011 lalu dan diganjar penghargaan 'Best album of 2011' oleh New York Magazine. Austra sendiri adalah produk asli Kanada; selain Arcade Fire, Robin Scherbatsky, dan You-Know-Who; yang terdiri atas Katie Stelmanis (voc), Dorian Wolf (bass), dan Maya Postepski (drums).

Saya sendiri baru mengenal mereka setelah mereka muncul di Laneway Festival (mengikuti teman yang mengajak menonton performance mereka). Dan seperti yang sudah saya gambarkan sedikit di atas, musik Austra sangat bergantung kepada synth, bass, dan drums yang dark; membuat orang-orang menjuluki genre musik mereka 'goth-tronica' atau 'goth-dance'.

Track yang membuat saya langsung 'klik' dengan band ini adalah 'Lose It', sebuah track dengan synth gloomy nan sexy dan tentunya vokal Katie Stelmanis yang menghantui sepanjang lagu.

Bagi kalian yang ingin berdansa di tengah suasana galau, musik dari Austra sangat direkomendasikan sebagai soundtrack. Just dance and let that haunting sounds accompany you

Minggu, 12 Februari 2012

L'Arc~en~Ciel - Butterfly [review]

Butterfly
Selang waktu hampir 5 tahun adalah waktu yang cukup lama bagi sebuah band untuk tidak merilis album. Inilah yang terjadi kepada band Jepang idola saya, L'Arc~en~Ciel, yang akhirnya merilis album ke-12 milik mereka, 'Butterfly', setelah hampir 5 tahun tidak merilis album (album sebelumnya, 'KISS', dirilis tahun 2007)

Bila kalian terbilang sangat mengikuti semua rilisan dari L'Arc~en~Ciel (termasuk saya), mendengarkan album ini bagaikan menonton film dengan membaca sinopsis dari plot film tersebut. Tentu saja karena album ini berisi tujuh buah lagu yang sebelumnya sudah dirilis dalam bentuk single dengan tambahan empat lagu baru. Walaupun sempat kecewa, tapi toh akhirnya saya juga mendengarkan album ini.

Album 'Butterfly' ini memang penuh warna, sama halnya dengan kupu-kupu yang bermacam-macam warna dan coraknya. Di departemen komposis musik, tetsuya, yukihiro, ken, dan hyde saling berbagi tugas untuk membuat komposisi musik yang membuat album ini penuh warna walaupun di departemen lirik masih didominasi oleh hyde. 

'Chase' adalah salah satu contoh bagaiman para personel mulai bereksperimen dalam mengkomposisi musik. Lagu yang dipenuhi loop dan electronic synth ini ternyata adalah hasil kolaborasi hyde dan ken, bukan yukihiro yang terkenal hobi memasukkan unsur elektronik ke dalam lagu-lagu karyanya.

'Good Luck My Way', sebuah lagu ceria dengan tempo cepat adalah hasil karya tetsuya yang mengandalkan permainan solo gitar ken yang liar.

'Bless' adalah sebuah lagu balada yang sangat khas karya hyde, dengan mengandalkan string section dan permainan akustik gitar dari ken.

Kemudian ada 'Shade of Season' di mana yukihiro unjuk kebolehan dengan menulis lirik sekaligus mengkomposisi musiknya. Di sinilah ciri khas yukihiro dalam mengkomposisi terlihat, musik yang cenderung gelap deitambah permainan synth di musiknya. Begitu pula dengan 'Drink it Down'

Walaupun sebagian besar isi album ini sudah pernah dirilis dalam bentuk single, album ini tetaplah sebuah album yang menyenangkan dari L'Arc~en~Ciel. Empat lagu baru; 'Bye Bye', 'Shade of Season', 'wild flower', dan 'Mirai Sekai', juga layak untuk disimak.

Daya kreativitas L'Arc~en~Ciel seakan tidak ada habisnya, walaupun sudah 20 tahun berkarya di industri ini. Semoga saja akan ada album-album baru lainnya setelah 'Butterfly' ini.

Kamis, 09 Februari 2012

Lana Del Rey - Born to Die [review]

Del_rey
Tak dapat disangsikan, Lana Del Rey adalah sebuah sensasi baru di dunia musik. Dari awal kemunculan video klip 'Video Games', banyak blogger musik dan majalah yang menasbihkannya sebagai the next rising star.

Del Rey (aka Elizabeth Grant) sebelumnya sudah pernah merilis album debut pada tahun 2010 yang bisa dibilang gagal mengangkat namanya. Setelah kemunculan 'Video Games', barulah ia diperhitungkan sebagai salah satu artis populer saat ini. Tak lama, dirilislah album kedua Del Rey ini yang tentu saja membawa beban berat karena ekspektasi tinggi terhadap album ini.

Setelah mendengarkan album ini, ternyata ekspektasi tinggi tersebut runtuh seketika.

Awalnya saya hendak menyandingkan album ini dengan album patah hati semacam album '21' milik Adele, tapi ternyata tidak bisa. Saya merasa sedikit bersalah terhadap Adele karena usaha saya ini.

Ada beberapa lagu tentang patah hati yang kuat seperti milik Adele namun kurang meyakinkan dan cenderung membuat mual seperti 'Million Dollar Man' ("You look like a million dollar man, so why is my heart broke?"). Ada juga lagu yang genit menggoda tapi berujung gagal semacam 'Lolita'.

Salah satu lagu yang membuat saya pribadi tidak tahan mendengarnya adalah 'National Anthem', sebuah lagu yang seakan memuja-muja para rich bastards "Money is the anthem, God you're so handsome. Money is the anthem of success." Mungkin Del Rey mendedikasikan lagu ini untuk sang ayah, entahlah.

Tentu saja ada beberapa lagu yang memuaskan dan tidak melulu terdengar membosankan seperti 'Born to Die', 'Dark Paradise', atau 'Blue Jeans' dengan lirik absurdnya "It was like James Dean for sure. You so fresh to death and sick as ca-cancer".

Saran saya bila memiliki ekspektasi tinggi terhadap album ini, well siaplah untuk kecewa. Album ini didominasi oleh lagu-lagu yang cukup membosankan. Well terlepas dari apa yang dihasilkan Del Rey di album ini dan penampilannya yang gagal di Saturday Night Live, sesungguhnya ia memiliki potensi besar dengan vokalnya yang mengagumkan seperti terlihat di penampilannya di The Late Night Show with David Letterman.

Bila Del Rey terus mengeluarkan album-album berikut seperti album pop semacam 'Born to Die' yang bisa dibilang medioker nan overrated ini, entah berapa lama ia akan bisa bertahan di insutri ini.

Sabtu, 04 Februari 2012

A Trip to Laneway 2012

[[posterous-content:pid___0]]Dalam dunia festival musik, St. Jerome's Laneway Festival (or simply called Laneway Festival) termasuk salah satu festival musik yang underrated. Selain karena tergolong baru (festival ini pertama kali dicetuskan tahun 2004, dan baru mulai menjadi festival tur mengelilingi Australia tahun 2008), lineup yang tergolong 'biasa saja' di mata orang-orang awam membuat festival ini dianggap sebelah mata oleh sebagian besar penikmat musik, terutama di Australia.

Walaupun masih muda dan underrated, Laneway Festival secara perlahan mulai membuktikan diri sebagai salah satu festival yang patut diperhitungkan. Terbukti dari lineup tahun ini yang berisi M83, Feist, Toro Y Moi, The Pains of Being Pure at Heart, The Drums, dan banyak lagi. Lineup Laneway memang bukanlah mereka yang selalu mencatatkan namanya dalam Top 200 Billboard Albums Charts, tapi paling tidak mereka diakui oleh berbagai media musik ternama dari Pitchfork, NME, hingga Rolling Stone.

Jujur saja, saya pribadi baru mengenal festival ini tahun 2011 lalu ketika festival ini menambahkan SIngapore dalam jadwal tur mereka. Ketika akhirnya saya mendapat kesempatan untuk menonton festival ini di kota tempat di mana festival ini bermula, saya tidak menyia-nyiakannya.

[[posterous-content:pid___1]]

Laneway Festival di kota Melbourne ini diadakan di venue Footscray Community Arts Centre. Venue ini sendiri sejujurnya bukanlah venue yang cukup layak untuk sebuah festival, tapi lebih baik daripada tidak sama sekali.

Di Laneway Festival untuk Australia dan New Zealand, ada tiga buah stage plus satu stage khusus DJ Set. Khusus Singapore, stage hanya akan ada dua buah.

Ada beberapa act yang sudah menjadi incaran saya dan wajib hukumnya bagi saya untuk menonton mereka, yaitu The Pains of Being Pure at Heart, Girls, Cults, Feist, Yuck, The Horrors, The Drums, dan M83. Sayang karena jadwal yang bertabrakan saya tidak sempat menonton Cults, Yuck, The Horrors, dan M83 hingga selesai. Selain semua act yang disebutkan di atas, saya sempat menonton band-band lokal semacam Husky dan DZ Deathrays dan band internasional lain seperti Portugal. The Man dan Austra.

Secara penampilan dan kualitas sound, saya harus memuji para performers yang mendapat jatah tampil di Dean Turner stage. The Pains of Being Pure at Heart, Feist, The Horrors, dan M83 masuk ke dalam kategori ini. Sound yang dihasilkan mereka di stage utama ini sangatlah menyenangkan untuk didengarkan dan tidak mengganggu dan penampilan mereka juga sangat tidak mengecewakan.

Berbeda nasibnya dengan performers yang tampil di dua stage lainnya, The Windish Agency Stage dan Young Turks & EYOE Stage, karena sound yang dihasilkan dua panggung ini sangat mengurangi kenyamanan menonton band-band yang beraksi di dua stage tersebut. Sebut saja Cults, Girls, dan The Drums di mana sound terdengar kasar dan sangat tidka nyaman didengarkan. Walaupun The Drums dan Girls tampil sangat atraktif, kesenangan itu berkurang ketika harus mendengarkan sound kasar yang dihasilkan sound system panggung mereka.

Terlepas dari beberapa antiklimaks yang terjadi karena perbedaan kualitas sound di panggung yang berbeda, Laneway Festival adalah festival yang menyenangkan. Kelanjutan festival ini tahun depan akan sangat dinanti, tentu saja dengan harapan festival ini berkembang lebih baik lagi dibandingkan tahun ini.